Postingan

Masalah Sosiolinguistik

Pada tahun 1964 di University of California, Los Angeles, telah diadakan konferensi sosiolinguistik pertama. Konferensi sosiolinguistik tersebut menghasilkan tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik. Ketujuh dimensi penelitian sosiolinguistik tersebut, yaitu sebagai berikut. 1. Identitas Sosial dari Penutur Identitas sosial dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur yang melakukan tindakan tutur dan bagaimana hubungannya dengan lawan tutur. Biasanya penutur berdasarkan identitas sosial adalah penutur yang merupakan bagian dari kelompok sosial tertentu, misalnya anggota keluarga (ayah, ibu, kakak, adik, dan sebagainya), teman karib, atasan atau karyawan, guru, murid, tetangga, orang yang dituakan, dan sebagainya. Identitas penutur dapat memengaruhi pilihan kode dalam bertutur. 2. Identitas Sosial dari Pendengar yang Terlibat dalam Proses Komunikasi Identitas sosial dari pendengar tentu harus dilihat dari pihak penutur. Identitas sosial dari pendengar sama halnya d

Sosiolinguistik

Gambar
           Bahasa sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang dimiliki manusia tentunya dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Kajian secara internal, artinya, bahasa dikaji dari struktur interen bahasa itu saja, seperti struktur morfologis, fonologis, atau sintaksis. Sementara itu, kajian eksternal artinya bahasa dikaji dari struktur yang terdapat di luar bahasa. Struktur yang terdapat di luar bahasa tersebut berkaitan dengan pemakaian bahasa oleh para penuturnya yang berada dalam kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian secara eksternal tidak hanya menggunakan teori dan prosedur linguistik saja, tetapi juga menggunakan teori dan prosedur disiplin ilmu lainnya yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Disiplin ilmu lainnya tersebut yaitu, disiplin sosiologi, disiplin psikologi, dan disiplin antropologi. Jadi, kajian bahasa secara eksternal melibatkan dua disiplin ilmu atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antar disiplin yang namanya merupakan gabungan an

Tindak Tutur Direktif

      Tindak tutur direktif merupakan bagian dari tindak tutur ilokusioner. Tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan penutur kepada mitra tutur untuk melakukan sesuatu. Jenis tindak direktif adalah perintah, permintaan, dan pemberian saran. Indikator dari tindak tutur direktif adalah adanya tanggapan berupa tindakan dari mitra tutur (Kushartanti, dkk. 2009:100).        Bentuk dari tindak tutur direktif adalah bentuk tuturan yang dimaksudkan penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan tindakan-tindakan yang dikehendaki penutur (Rahadi, 2009:17). Tindak tutur direktif disebut juga tindak tutur impositif sebab melalui tindak tutur direktif penutur akan memengaruhi mitra tutur untuk melakukan sesuatu. Tuturan yang termasuk ke dalam tindak tutur direktif antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, memohon, menantang, dan memberi aba-aba. Misalnya, “Coba julurkan lidahmu!” tuturan tersebut merupakan jenis tindak tutur direktif

Peristiwa Tutur

       Pada proses komunikasi penutur menyampaikan informasi kepada mitra tutur secara keseluruhan yang membentuk tindak tutur dan peristiwa tutur dalam situasi tutur. Peristiwa tutur merupakan suatu kegiatan terkontrol oleh sejumlah kaidah maupun norma yang digunakan dalam berbicara. Peristiwa tutur termasuk ke dalam rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang merupakan gejala yang bersifat sosial. Oleh karena itu, Purba (2011:88) menyatakan bahwa interaksi yang berlangsung antara penutur dan mitra tutur di suatu tempat tertentu dan situasi tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sebuah peristiwa tutur.        Peristiwa tutur meliputi (1) penutur dan mitra tutur, (2) pokok tuturan, (3) tempat, (4) waktu, dan (5) situasi. Chaer & Agustina (2010:49) mengemukakan bahwa sebuah interaksi percakapan dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur apabila memenuhi sejumlah kriteria Hymes sebagai berikut.     (1)    Setting and Scene Hal ini berarti berkenaan de

Situasi Tutur

Gambar
Pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Sebab dengan menggunakan analisis pragmatik, maksud atau tujuan tuturan dari sebuah peristiwa tutur dapat diidentifikasikan melalui situasi tutur yang menyertainya. Sebuah peristiwa tutur dapat terjadi karena adanya situasi yang mendorong terjadinya peristiwa tutur tersebut. Sebuah tuturan digunakan dengan tujuan untuk menyampaikan beberapa maksud kepada pendengar. Hal tersebut dipengaruhi oleh situasi yang melingkupi tuturan tersebut. Dalam komunikasi, tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan sebab. Sebuah tuturan tidak selalu diartikan sebagai representasi langsung terhadap elemen makna unsur-unsurnya. Pada kenyataannya terjadi bermacam-macam maksud yang dapat diekspresikan melalui sebuah tuturan, atau sebaliknya, bermacam-macam tuturan dapat mengungkapkan sebuah maksud. Leech (1993:19) megemukakan dalam situasi tutur terdapat lima aspek yang mendukung situasi t

Tindak Tutur dan Konteks Tutur

Gambar
A. Tindak Tutur Tindak tutur “ speech act ” pertama kali disampaikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, John L. Austin pada tahun 1955 dalam sebuah pidato di Universitas Harvard, yang kemudian diterbitkan dengan judul “ How do to things with words ” pada tahun 1962. Austin mengatakan bahwa sebenarnya pada saat mengatakan sesuatu seseorang juga melakukan sesuatu (Nadar, 2009:11). Pada saat seseorang menggunakan kata kerja berjanji, minta maaf, menamakan, dan menyatakan maka seseorang tersebut juga melakukan tindakan berjanji, meminta maaf, dan menamakan.        Kemudian, teori tindak tutur tersebut dikembangkan kembali oleh Searle pada tahun 1969. Menurut Searle tindak tutur mempunyai fungsi komunikatif yaitu dapat membantu penutur untuk menyampaikan tujuan tuturannya kepada mitra tutur (Perkins, 2007:15). Semua komunikasi kebahasaan terdapat tindak tutur sebab komunikasi bukan hanya sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi merupakan hasil dari tindak tutur. Oleh karena it

Jenis-Jenis Tindak Tutur

Gambar
Searle (dalam Rahadi, 2005:70) menyatakan bahwa penggunaaan bahasa dalam masyarakat terdiri dari tiga jenis tindak tutur, yaitu (1) tindak tutur lokusioner, (2) tindak tutur ilokusioner, dan (3) tindak tutur perlokusioner.   1. Tindak Tutur Lokusioner Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung kata, frasa, dan kalimat itu. Dengan kata lain, tindak lokusioner adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Misalnya, kepalaku sakit, semata-mata hanya dimaksudkan untuk memberitahu mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan tersebut penutur sedang sakit kepala. 2. Tindak Tutur Ilokusioner Tindak perlokusioner adalan tindak tutur yang memberikan pengaruh kepada mitra tutur. Tuturan yang diucapkan oleh penutur sering kali memiliki efek atau daya pengaruh bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat terjadi karena disengaja ataupun tidak