Tindak Tutur dan Konteks Tutur
A. Tindak Tutur
Tindak tutur “speech
act” pertama kali disampaikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, John L.
Austin pada tahun 1955 dalam sebuah pidato di Universitas Harvard, yang
kemudian diterbitkan dengan judul “How do to things with words” pada
tahun 1962. Austin mengatakan bahwa sebenarnya pada saat mengatakan sesuatu
seseorang juga melakukan sesuatu (Nadar, 2009:11). Pada saat seseorang
menggunakan kata kerja berjanji, minta maaf, menamakan, dan menyatakan maka
seseorang tersebut juga melakukan tindakan berjanji, meminta maaf, dan
menamakan.
Kemudian, teori tindak tutur tersebut dikembangkan kembali
oleh Searle pada tahun 1969. Menurut Searle tindak tutur mempunyai fungsi
komunikatif yaitu dapat membantu penutur untuk menyampaikan tujuan tuturannya
kepada mitra tutur (Perkins, 2007:15). Semua komunikasi kebahasaan terdapat
tindak tutur sebab komunikasi bukan hanya sekedar lambang, kata atau kalimat,
tetapi merupakan hasil dari tindak tutur. Oleh karena itu, tindak tutur
merupakan inti dari komunikasi.
Tindak tutur adalah salah satu kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk berbahasa. Sebab tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer & Agustina, 2010:50). Oleh karena itu, tindak tutur terikat oleh situasi tutur yang mencakup (1) penutur dan mitra tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tindak tutur sebagai tindakan atau aktivitas, dan (5) tuturan sebagai hasil tindakan bertutur
Tindak tutur sebagai
alat komunikasi merupakan bagian dari pragmatik. Pragmatik membahas makna tutur
yang terikat dengan konteks. Selain itu, pragmatik juga membahas maksud dari
sebuah ujaran yang dalam ujaran tersebut terdapat penutur, lawan tutur,
konteks, dan situasi tutur. Dengan demikian, tindak tutur termasuk kategori
yang kaya akan fenomena-fenomena pragmatik yang dapat dikaji lebih lanjut oleh
para ahli linguistik klinis (Cummings, 2007:363).
B. Konteks Tutur
Konteks dalam kajian
pragmatik diartikan sebagai sebuah latar belakang pengetahuan yang dipahami
oleh penutur dan lawan tutur. Pengetahuan yang dipahami tersebut mengarah pada
interpretasi suatu tuturan. Hal yang paling penting dalam sebuah konteks adalah
latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur dan lawan tutur dalam
membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur ketika membuat
tuturan. Sebab pemahaman tersebut digunakan untuk menafsirkan sebuah tuturan
atau kalimat (Sari, 2014:41).
Bahasa selalu
diungkapkan melalui bunyi dan makna yang didalamnya terdapat konteks yang
memengaruhi keserasian sistem suatu bahasa. Konteks dapat menjadi sarana untuk
memperjelas suatu ujaran. Sarana tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu berupa
bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud dan berupa situasi yang berhubungan
dengan suatu kejadian. Dalam tata bahasa, konteks
tuturan mencakup semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan
tuturan yang diekspresikan. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan
dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial
lazim dinamakan konteks. Konteks
ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin
dinyatakan oleh penutur.
Konteks merupakan
intepretasi yang bersifat psikologis antara penutur dan lawan tutur yang
ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu
(Wiranty, 2015:295). Konteks tidak hanya terdiri dari ujaran saat ini dan
ujaran sebelumnya, tetapi juga terdiri dari harapan masa depan, hipotesis
ilmiah, kepercayaan terhadap keagamaan, kenangan lucu, asumsi tentang
kebudayaan, dan kepercayaan terhadap penutur atau sebaliknya. Konteks tidak
hanya terikat pada waktu, situasi, topik, partisipan, dan saluran percakapan
saja, tetapi juga terikat pada segala segi kehidupan manusia. Sebab manusia
menggunakan bahasa dalam perkembangan sosial budaya, seperti percakapan dalam
bidang politik, sains, pendidikan, agama, dan sebagainya.
Konteks dapat berupa
orang atau benda, tempat, waktu, bahasa, alat, dan tindakan. Konteks berupa
orang adalah siapa yang berbicara dan dengan siapa ia berbicara. Konteks berupa
tempat adalah di mana ujaran tersebut diucapkan, bagaimana kondisi
masyarakatnya dan norma yang ada di masyarakat. Konteks berupa waktu adalah
kapan ujaran tersebut diucapkan dan dalam situasi bagaimana. Konteks berupa
bahasa adalah bahasa yang mendahului peristiwa tutur tersebut. Konteks berupa
tindakan adalah seluruh perbuatan yang berupa unsur di luar bahasa.Untuk
memahami maksud yang dikehendaki oleh penutur, mitra tutur harus memperhatikan
konteks tuturan. Hal ini disebabkan karena konteks merupakan syarat penting
untuk menafsirkan maksud penutur dan mitra tutur.
Syafi’ie (dalam Lubis,
2011:60) mengkategorikan konteks tutur menjadi empat kategori. Keempat kategori
konteks tutur tersebut adalah sebagai berikut.
1. Konteks Fisik
Konteks fisik meliputi tiga aspek yaitu
tempat terjadinya suatu peristiwa, objek atau topik yang dibicarakan, dan
tindakan-tindakan para pastisipan dalam komunikasi. Konteks fisik melibatkan
lokasi aktual, waktu, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan suatu komunikasi.
Selain itu, suasana ruangan, ukuran ruangan, suhu ruangan, dan warna ruangan
juga termasuk ke dalam konteks fisik. Oleh karena itu, konteks fisik dapat
menjelaskan lokasi tempat terjadinya suatu peristiwa komunikasi. Misalnya,
percakapan antara dokter dan pasien, pada umumnya lokasi tempat terjadinya
persitiwa tutur adalah di rumah sakit.
2. Konteks Epistemis
Konteks
epistemis berkaitan dengan masalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui
oleh penutur maupun mitra tutur. Konteks epistemis merupakan konteks yang
membuat makna sebuah tuturan harus dapat diketahui bersama oleh pelibat
komunikasi. Misalnya, mengenai istilah usg. Secara umum, pasien mungkin
tidak mengetahui kepanjangan dari istilahusgnamun istilah ini sudah umum
dipakai untuk memaknai pemeriksaan kandungan.
Sehingga, secara umum pasien dapat memahami bahwa istilah usg
adalah melakukan pemeriksaan terhadap kandungan.
3. Konteks Linguistik
Konteks
linguistik merupakan konteks yang terdiri dari kalimat-kalimat atau tuturan
yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi. Konteks linguistik merupakan hal yang paling
utama dalam sebuah peristiwa komunikasi. Tanpa mengetahui struktur dan wujud
pemakaian bahasa, komunikasi tidak dapat berjalan dengan baik. Misalnya, dokter
ingin mengetahui berat badan pasien. Untuk mengetahui hal tersebut tentunya
dokter menggunakan kalimat tanya. Hal tersebut merupakan pemahaman dokter dalam
memahami konteks linguistik.
4. Konteks Sosial
Konteks sosial
menunjuk pada relasi sosial dan setting yang melengkapi hubungan antara
penutur dan mitra tutur. Misalnya,dalam
sebuah percakapan antara dokter dengan pasien anak. Melalui konteks sosial
dapat digambarkan bagaimana hubungan yang terjalin antara penutur sebagai
dokter dan mitra tutur sebagai pasien dalam sebuah peristiwa komunikasi. Dokter
akan menggunakan sapaan “nak” terhadap pasien dan sebaliknya pasien akan
menggunakan sapaan “dok” atau “dokter” kepada penutur yang
berprofesi sebagai dokter. Hal ini menunjukkan hubungan keakraban secara
professional antara dokter dan pasien.
*Untuk daftar pustaka hubungi penulis
Komentar
Posting Komentar